Rabu, 30 Desember 2009

ILMU SOSIAL DASAR - ARTIKEL PENGHUNI PULAU KOMODO

Penghuni Pulau Komodo

Komodo adalah hewan asli Kepulauan Flores, Nusa Tenggara. Pulau yang paling banyak ditempati komodo ini diberi nama sesuai dengan nama hewan ini saat ditemukan pada 1910, yakni Pulau Komodo (Komodo Island).
Kadal-kadal raksasa ini termasuk hewan yang nyaris punah dengan jumlah populasi di alam liar kurang dari 4.000 ekor. Untuk melindungi komodo, pada 1980 disepakati untuk membentuk kawasan konservasi dalam bentuk Taman Nasional Komodo di Pulau Komodo dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Sebaran dan populasi komodo dalam tiga dasawarsa terakhir ini semakin menurun dan keberadaannya semakin terancam, terutama akibat kegiatan perburuan rusa, sebagai mangsa utamanya. Bahkan populasi di Pulau Padar diketahui telah hilang sejak akhir 1990-an, padahal pada awal tahun 1980-an, komodo masih dapat dijumpai di sana. Perhatian dan upaya konservasi spesies ini perlu diberikan secara khusus, karena populasi komodo diambang kepunahan.
Bagi sebagian penduduk di Pulau Komodo, hewan ini dianggap lebih berbahaya terhadap manusia daripada buaya, karena kandungan bakteri pada air liurnya yang dapat menyebabkan infeksi berat.
Biasanya, musim kawin komodo terjadi antara Juni-Juli. Pada Agustus, komodo betina akan menggali sarang berupa gundukan bekas sarang burung Gosong (Megapodius reindwardt) di bukit dan sarang lubang di tanah, untuk menyimpan telurnya yang dapat mencapai 38 butir. Telur komodo biasanya dijaga oleh induknya, namun anak yang baru lahir pada bulan Februari atau Maret tidak dijaga, malah sering dimakan.
Komodo membutuhkan lima tahun untuk tumbuh sampai ukuran dua meter dan dapat terus hidup sampai 30 tahun. Memasuki 4-5 tahun adalah masa awal kematangan komodo secara seksual.

Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Komodo

ILMU SOSIAL DASAR - ARTIKEL PERKEMBANGAN BATIK INDONESIA

Perkembangan Batik di Indonesia

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Diperoleh dari http://www.batikmarkets.com/batik.php

ILMU SOSIAL DASAR - ARTIKEL BATIK PEKALONGAN

Batik Pekalongan

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik.
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.
Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai KOTA BATIK. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.
Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.

Diperoleh dari http://www.batikmarkets.com/batik.php

Kamis, 24 Desember 2009

ILMU SOSIAL DASAR - ARTIKEL SEJARAH PULAU KOMODO

Sejarah Pulau Komodo

Inilah kisah tentang naga. Bukan sekadar legenda, tetapi benar-benar seekor naga yang hingga kini masih mendiami Kepulauan Indonesia bagian timur dan tengah. Raksasa dari dunia reptil ini punya reputasi sebagai predator puncak di kelasnya. Sejak dulu di Pulau Komodo, jajaran Kepulauan Flores, Indonesia, telah muncul kisah tentang naga raksasa. Banyak pelaut yang berkisah bahwa naga ini lebih mirip monster yang menakutkan.

Ekornya yang besar bisa merubuhkan seekor kerbau hanya dengan satu kibasan. Rahangnya besar dan kuat, hingga mampu menelan seekor babi hutan dalam satu gerakan. Dan dari mulutnya senantiasa menyemburkan api. Kisah ini beredar luas dan sempat menarik perhatian banyak orang. Namun tak pernah ada yang berani mendekati pulau tersebut untuk membuktikannya. Sampai akhirnya pada 1910-an awal, muncul laporan dari gugus satuan tempur armada kapal Belanda yang bermarkas di Flores tentang makhluk misterius yang diduga “naga” mendiami sebuah pulau kecil di wilayah Kepulauan Sunda Lesser (sekarang jajaran Kepulauan Flores, Nusa Tenggara).

Para pelaut militer Belanda tersebut memberi laporan bahwa makhluk tersebut kemungkinan berukuran sampai tujuh meter panjangnya, dengan tubuh raksasa dan mulut yang senantiasa menyemburkan api. Letnan Steyn van Hensbroek, seorang pejabat Administrasi Kolonial Belanda di kawasan Flores mendengar laporan ini dan kisah-kisah yang melingkupi Pulau Komodo. Ia pun merencanakan perjalanan ke Pulau Komodo.

Setelah mempersenjatai diri dan membawa satu regu tentara terlatih, ia mendarat di pulau tersebut. Setelah beberapa hari di pulau itu, Hensbroek berhasil membunuh satu spesies aneh itu. Ia membawanya ke markas dan dilakukan pengukuran panjang hasil buruannya itu dengan panjang kira-kira 2,1 meter. Bentuknya sangat mirip kadal. Satwa itu kemudian dipotret (didokumentasikan) oleh Peter A Ouwens, Direktur Zoological Museum and Botanical Gardens Bogor, Jawa. Inilah dokumentasi pertama tentang komodo.

Ouwens tertarik dengan temuan satwa aneh tersebut. Ia kemudian merekrut seorang pemburu lihai untuk menangkap spesimen untuknya. Sang pemburu berhasil membunuh dua ekor komodo yang berukuran 3,1 meter dan 3,35 meter, plus menangkap dua anakan, masing-masing berukuran di bawah satu meter.

Berdasarkan tangkapan sang pemburu ini, Ouwens melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa komodo bukanlah naga penyembur api, melainkan termasuk jenis kadal monitor (monitor lizard) di kelas reptilia. Hasil penelitiannya ini kemudian dipublikasikan pada koran terbitan tahun 1912. Dalam pemberitaan itu, Ouwens memberi saran nama pada kadal raksasa itu Varanus komodoensis sebagai pengganti julukan Komodo Dragon (Naga Komodo).

Sadar arti penting komodo sebagai satwa langka, Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan proteksi terhadap komodo dan Pulau Komodo pada 1915. Jadilah kawasan itu sebagai wilayah konservasi komodo. Temuan komodo sebagai legenda naga yang hidup, memancing rasa ingin tahu dunia internasional. Beberapa ekspedisi ilmiah dari berbagai negara secara bergilir melakukan penelitian di Pulau Komodo.

Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Komodo

ILMU SOSIAL DASAR - ARTIKEL ASPEK EKONOMI DAN PERDAGANGAN BATIK INDONESIA

Aspek Ekonomi dan Perdagangan Batik Indonesia

Pada jaman kerajaan di Jawa, para anggota keluarga kerajaan membuat corak batik pada kain-kain mereka untuk dikenakan secara ekslusif. Batik hanya dikenakan oleh keluarga raja dan para bangsawan. Rakyat biasa waktu itu belum bersentuhan dengan batik. Sampai ketika Islam masuk jawa tradisi ini masih berlaku.

Ketika Balanda masuk menjajah Indonesia, banyak keluarga kerajaan yang menentang Belanda mengungsi ke desa-desa atau ke kampung-kampung, berbaur dengan masyarakat umum. Kemudian mereka membuat batik untuk dijual kepada umum. Mereka juga mengajarkan cara membuat batik kepada masyarakat, sehinggan batik tidak lagi menjadi pakaian ekslusif.

Ada dua aliran dalam pembicaraan masalah batik saat ini, yaitu aliran yang berusaha mempertahankan batik sebagai nilai budaya, dan aliran yang melihat batik sebagai salah satu dari komoditas ekonomi yang diperdagangkan.

Namun sebenarnya, pandangan bahwa batik sebagai nilai budaya sudah berhenti ketika para raja-raja jawa pada jaman dulu mengumumkan bahwa batik tidak lagi menjadi monopoli kerajaan tetapi boleh dipakai oleh siapa saja. Sejak itu bicara batik adalah bicara perdagangan. Orang membuat batik adalah untuk dijual, meskipun ia mengatakan sebagai karya seni, ketika bicara masalah harga maka benda seni itu menjadi benda komoditi.

Batik memang memiliki corak seni dan memiliki ciri khas yang indah. Namun orang sekarang berbeda pandangan apakah pembuatan batik dengan cara printing juga disebut sebagai batik. Kita tidak akan membicarakan masalah ini lebih jauh, karena tema pembicaraan kali ini adalah ASPEK EKONOMI DAN PERDAGANGAN BATIK INDONESIA.

Seni menunjang sebuah komoditas agar sebuah barang memiliki nilai tambah dan dapat diterima di pasar untuk kemudian dibeli oleh konsumen. Karena itu karya seni dalam batik harus memberi nilai tambah tetapi tidak membuat beban biaya yang tinggi, karena jika biaya tinggi maka harga barang itu tidak mampu bersaing. Berarti nilai ekonominya menjadi tidak efektif.

Berbicara batik dari sisi komoditas ekonomi, tidak bisa lepas dari hukum-hukum ekonomi seperti komoditas-komoditas perdagangan lainnya seperti harga, biaya, efisiensi dan sebagainya. Artinya kita tidak bisa memaksa masyarakat berpakaian batik dengan alasan budaya. Produk batik harus memiliki daya saing terhadap produk tekstil lainnya.

Seperti di negara-negara lain, pakaian tradisional telah banyak ditinggalkan oleh masyarakatnya. Di Jepang, misalnya, kimono juga tidak diutamakan oleh orang Jepang sebagai pakaian nasional. Di dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini, orang memilih pakaian semata-mata berdasarkan pertimbangan ekonomis, yaitu ia akan menjatuhkan pilihannya di antara sekian banyak pilihan pakaian lainnya dengan pertimbangan harga, kwalitas dan kesukaannya. Karena itu ketika konsumen memilih batik untuk dibeli, ia membeli keindahan batik, bukan karena nilai tradisionalnya.

Ketika Indonesia mengalami masa krisis ekonomi tahun 1997, harga dollar tiba-tiba melonjak dari Rp 2.750,- menjadi Rp 18.000,- Secara umum, makro maupun mikro ekonomi jelas situasi ini tidak menguntungkan. Banyak perusahaan-perusahaan besar gulung tikar, bank-bank besar dilikuidasi, dampaknya pengangguran semakin bertambah sementara hutang negara dan swasta dengan kurs dollar pun semakin membengkak.
Recoveri ekonomi ternyata tidak bisa dilakukan dalam tempo singkat, namun ada keajaiaban di tengah krisis ekonomi yang hampir membuat putus asa, dunia usaha pada sektor-sektor riel usaha kecil tertentu justru bangkit. Banyak pengrajin batik, pengrajin ukiran kayu, petani-petani hasil komodiatas ekspor menjadi solusi yang agak meringankan. Ketika banyak konglomerat gulung tikar, usaha kecil menengah justru bertahan.

Di Pekalongan, di tengah masyarakat dilanda persoalan krisis tiba-tiba muncul Pasar Grosir Setono, disusul dengan Grosir-grosir lainnya, muncul ratusan toko-toko batik. Artinya, diakui atau tidak diakui ada pertumbuhan penjualan batik di Pekalongan. Hal ini patut dijadikan perhatian, karena sector batik justru tumbuh di tengah krisis ekonomi.

Ada permintaan pasar batik yang cukup besar. Dan batik yang banyak diminta jelas adalah batik dengan nilai komersial, corak bagus, harga bersaing, produknya memuaskan. Batik Indonesia banyak dikirim ke negara-negara seperti Eropa, Amerika, Pilipina, Thailand, Afrika, dan negara-negara lainnya. Batik Indonesia memang sudah memiliki nama di dunia internasional. Karena itu adalah kewajiban bagi para pengusaha batik untuk lebih mendalami masalah batik agar bisa terus berkembang menjadi komoditas andalan. Terutama dalam rea perdagangan bebas AFTA dan APEC.

Menurut saya Pengusaha Batik harus tidak lagi mengandalkan feeling tradisionalnya saja dalam menjalankan bisnisnya. Dia harus belajar manajemen, mengerti ilmu ekonomi, mengerti situasi pasar antara permintaan dan penawaran, mengerti tren konsumen, menguasai cara-cara ekspor impor, mengerti pemasaran produk lewat e-commerce, dan sebagainya. Dalam menghadapai tantangan ekonomi ke depan kehalian-keahlian itu harus dimiliki, karena jika tidak akan dimiliki oleh orang lain.

Prospek ekonomi batik ke depan memang tergantung dari kepiawaian para pengusaha dan pedagang batik dalam mengolah produksi dan memasarkannya. Jika kita lihat, situasi tekstil dalam negeri yang kurang menggembirakan, karena tidak ada lagi kuota ekspor ke Amerika Serikat, di mana negara ini merupakan pembeli terbesar, maka batik diharapkan bisa menjadi ujung tombak dari ekspor tpt ke luar negeri. Dengan corak dan kehkasan batik diharapkan dapat menarik perhatian konsumen tekstil dan produk tekstil dengan menembus pasar ekspor dunia tanpa bergantung pada kuota.

Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
 

Template Design By:
SkinCorner